Pajak Pribadi Juga Harus Jadi Perhatian Kita

Perencanaan pajak pribadi atau tax planning adalah upaya penghematan dengan cara menekan jumlah kewajiban pajak tanpa bertentangan dengan UU Pajak yang berlaku.

Hal ini sangat lumrah karena pajak dianggap sebagai biaya, sehingga untuk meminimalisir biaya tersebut perlu dilakukan berbagai upaya atau strategi tertentu. Intinya adalah bagaimana agar pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya dan akhirnya akan memperoleh keuntungan serta likuiditas yang diharapkan bagi kita.

Bagaimana konsep perencanaan pajak bisa diterapkan di Indonesia? Setidaknya ada tiga jenis pajak yang relevan untuk perencanaan keuangan keluarga:

  1. Pajak yang timbul dari pembelian (PPN).
  2. Pajak yang timbul karena kepemilikan (PBB, PPnBM, BPHTB dan pajak kendaraan).
  3. Pajak yang timbul karena adanya penghasilan (PPh).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada umumnya sudah dimasukkan ke dalam harga barang yang dibeli/konsumsi. Penjual barang yang dikategorikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki kewajiban untuk memungut pajak dari konsumennya. Namun dalam kasus Klabers melakukan kegiatan penambahan nilai secara independen maka membayar PPN kepada kantor pajak adalah keharusan. Misalnya membangun rumah sendiri tanpa bantuan kontraktor, maka Klabers harus membayar PPN. Untuk perencanaan PPN, Klabers harus memperhitungkan nilai barang yang akan konsumsi setelah pajak supaya anggarannya tidak membengkak. Tarif PPN adalah sebesar 10 persen.

Untuk aset yang sudah dimiliki, anggaran pajak kepemilikan harus diperhatikan. Jika memiliki kendaraan bermotor, jangan lupa untuk membayar pajaknya setiap tahun. Kalau memiliki rumah di atas sebidang tanah maka setiap tahunnya wajib membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang besarnya berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Dalam kasus kepemilikan apartemen, jika Klabers adalah pemilik pertama maka ada tiga jenis pajak yang harus dibayar yaitu : PPN, PPnBM (Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah) dan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah). Namun jika Klabers adalah pemilik kedua dan seterusnya, maka pajak yang harus dibayar hanyalah BPHTB.

Berikut ini strategi penerapan tax planning untuk orang pribadi yang bisa menjadi awal perenungan:

  1. Jika tidak ada Perjanjian Pisah Harta atau Penghasilan, istri tidak perlu memiliki NPWP sendiri, karena dapat mengikuti register NPWP suami.
  2. Hindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan, misalnya telat untuk melaporkan SPT dan/atau telat membayar pajak, yang dapat dikenakan sanksi administrasi. Apabila belum selesai menyiapkan SPT Tahunan, Klabers dapat mengajukan permohonan penundaan pelaporan sebelum jatuh tempo, sehingga tidak dikenakan sanksi administrasi.
  3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4,8 miliar boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Keuntungan menggunakan norma penghitungan adalah adanya kemudahan praktek penghitungan pajak. Wajib Pajak juga tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk menyelenggarakan pembukuan. Keuntungan yang lainnya adanya kemudahan menghitung Pajak Penghasilan.
  4. Sama halnya dengan menyusun perencanaan keuangan tahunan, Klabers juga perlu membuat perencanaan perpajakan, semua pengeluaran dan kebutuhan selama setahun perlu dicatat agar dapat mengetahui total pengeluaran berbanding dengan penghasilan.
  5. Jika hendak berbisnis, maka Klabers sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi dapat mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk perusahaan yang tepat. Misalnya, jika peredaran bruto satu tahun tidak melebihi Rp 600 juta dapat memilih perusahaan perorangan yang akan dikenakan tarif pajak dengan tarif terendah 5%.
  6. Berinvestasi di Reksa Dana dengan jangka waktu kurang dari lima tahun karena bukan objek pajak penghasilan.
  7. Program apartemen bersubsidi dari pemerintah yang sedang marak dipasarkan bisa dilirik sebagai salah satu pilihan untuk memiliki tempat tinggal. Karena pemerintah akan membebaskan PPN untuk pembelian satu unit apartemen bersubsidi jika memiliki pendapatan maksimal Rp48 juta per tahun.

OkeZone.com, 4 Januari 2010

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Daftar Aturan Pajak Terbaru


1. Untuk membantu pemulihan dan percepatan rekonstruksi kembali di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan sebagian Provinsi Jambi yang mengalami bencana alam, pemerintah memberikan keringanan PPN atas kegiatan membangun sendiri tempat tinggal dan tempat usaha yang luas bangunannya 200 m2 atau lebih dan bersifat permanen yaitu sebesar 10% dikali dengan DPP sebesar 0% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan tersebut, tidak termasuk harga perolehan tanah.

DPP sebesar 0% artinya tidak ada PPN yang harus dibayar atas kegiatan membangun sendiri. Ketentuan ini berlaku surut sejak 1 Oktober 2009 sampai dengan 31 Desember 2010 (Peraturan Menkeu No. 17/PMK.03/2010  tanggal 25 Januari 2010 jo SE – 26/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010)

2. Kegiatan membangun sendiri memang terutang PPN, namun sejak 1 april 2010 nanti, atas kegiatan membangun “bangunan” yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, ketentuannya sedikit berubah. Perubahan tersebut adalah pada definisi bangunan yang kini diatur lebih jelas.

Bangunan yang dimaksud yaitu berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria: 1) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja (sebelumnya hanya disebut sebagai bangunan permanen); diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (sebelumnya diatur minimal 200 m2). Maka hitung lagi luas bangunan yang akan anda bangun, karena bila kurang dari batasan tersebut, bisa jadi anda tidak terutang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (Peraturan Menteri Keuangan No. 39/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010)

3. DJP telah menambah lagi dokumen yang kedudukannya dipersamakan sebagai Faktur Pajak Standar. Artinya, bagi penerbit faktur tidak perlu lagi dibuatkan Faktur Pajak Standar dan pembeli bisa langsung melakukan kredit PPN atas pembayaran PPN ke penjual. Dokumen tersebut adalah Pemberitahuan Ekspor Jasa Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

Namun tidak dijelaskan siapa yang menerbitkan atau menyetujui dokumen Pemberitahuan Ekspor JKP. Kita ketahui, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah lembaga pemerintah yang mengatur lalu lintas barang di pelabuhan laut maupun udara. Tetapi sampai sekarang, belum ada instansi yang memiliki kewenangan untuk mengatur lalu lintas jasa. Ketentuan ini berlaku mulai 1 April 2010. (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-10/PJ./2010 tanggal 9 Maret 2010)

4. Bagi Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang mempunyai tempat tinggal tidak sama dengan tempat kegiatan usahanya, akan dikukuhkan dan terutang PPN dan PPnBM hanya di tempat kegiatan usahanya, sepanjang Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak melakukan kegiatan usaha apapun di tempat tinggalnya. (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-4/PJ./2010 Jo Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-27/PJ./2010)

5. Sebelumnya Faktur Pajak tidak pernah diatur secara khusus, tapi akhirnya sebagai peraturan pelaksanaan dari UU PPN yang berlaku mulai 1 april 2010, diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.04/2010 tanggal 22 Februari 2010 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak. Yang menarik dari Peraturan menkeu tersebut menegaskan bahwa istilah Faktur Pajak Sederhana dan FP Standar dihapuskan/tidak dikenal lagi, yang ada hanyalah “Faktur Pajak”.

Apabila FP tersebut tidak diisi dengan lengkap atau identitas pembeli tidak diketahui, dan biasanya jumlah transaksinya banyak dengan volume kecil, maka sesuai ketentuan tersebut, PKP penjual tidak akan dikenakan sanksi ataupun diterbitkan STP (seperti aturan sebelumnya, bila menerbitkan FP tidak lengkap). Hanya saja, bagi pembeli faktur pajak ini tetap sebagai faktur pajak tidak lengkap atau cacat dan tidak bisa dikreditkan. (Peraturan Menkeu No. 38/PMK.04/2010 tanggal 22 Februari 2010)

6. Mulai 1 Mei 2010 nanti nomenklatur Departemen Keuangan (Depkeu) diubah menjadi Kementerian Keuangan (Kemenkeu). (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-36/PJ./2010 tanggal 9 Maret 2010)

7. PKP yang melakukan penyerahan Minyak Goreng Kemasan Sederhana (minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merek MINYAKITA) di dalam negeri, PPNnya Ditanggung Pemerintah. Dengan syarat wajib membuat daftar rincian Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan yang PPN-nya ditanggung pemerintah, sebagai lampiran kelengkapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN. Ketentuan ini berlaku sejak 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010 (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-3/PJ./2010 tanggal 11 Februari 2010 dan Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-17/PJ./2010 tanggal 11 Februari 2010 )

8. Anda mempunyai lebih dari satu tempat usaha, baik sebagai Pusat maupun sebagai Cabang perusahaan, maka atas setiap tempat pajak terutang tersebut haruslah dikukuhkan sebagai PKP. Apabila ada penyerahan BKP yg tergolong mewah dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang, maka akan dikenakan PPN. Namun, dalam hal Pusat atau Cabang adalah Pengusaha yang menghasilkan BKP mewah (baik yang sudah PKP maupun belum), maka atas penyerahan tersebut belum terutang PPnBM.

Karena mulai 1 April 2010, saat terutangnya ditetapkan adalah baru pada saat penyerahan BKP tersebut dari Pengusaha Kena Pajak Pusat atau Cabang kepada pihak lain. (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-8/PJ./2010 tanggal 1 Maret 2010 jo Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-37/PJ./2010 tanggal 10 Maret 2010)

Divisi R&D PB Taxand
Detik Finance.com, 1 Juni 2010

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Mau membuat NPWP secara Online??


Repot antri di Kantor Pajak hanya sekedar untuk membuat NPWP? Dijaman yang modern ini, manfaatkanlah fasilitas Pendaftaran NPWP secara online atau yang biasa di sebut E-REG DJP.

Dikarenakan banyaknya pertanyaan dari para pengunjung tentang bagaimana sih cara membuat NPWP secara Online maka kami akhirnya menyempatkan untuk menulis artikel ini walaupun sudah banyak sekali artikel di internet yang menulis tentang ha ini. Disini hanya akan dijelaskan secara teknis tentang tata cara pembuatan NPWP secara Online untuk Orang Pribadi melalui system E-Reg DJP.

Ketentuan perundangan yang mengaturnya dapat anda baca yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 173/PJ./2004 dan Surat Edaran Direktur Jenderal PajakNomor SE- 02/PJ./2005
Berikut langkah-langkahnya dalam membuat NPWP secara Online:

  1. Membuka situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id atau langsung aja klik di EREG DJP
  2. Memilih menu sistem e-Registration., akan muncul tampilan:
    Login e-Registrasi NPWP
  3. Membuat account Wajib Pajak yang antara lain berisi username dan password.
    Pendaftaran account

    Isi data pendaftaran User dengan benar dan lengkap, maka akan keluar kotak dialog seperti ini
    Terdaftar

  4. Login ke sistem e-Registration dengan mengisi username dan password yang telah dibuat.
  5. Memilih jenis Wajib Pajak yang sesuai (Orang Pribadi, Badan atau Bendaharawan).
    Memilih jenis wajib pajak
  6. Mengisi formulir Permohonan Pendaftaran dan Perubahan Data pada layar komputer dengan lengkap dan benar.
    Pengisian form registrasi NPWP
  7. Memilih tombol daftar untuk mengirim Formulir Regristrasi Wajib Pajak secara elektronis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
    Bila data yang anda isikan benar maka muncul:
    Pendaftaran secara online selesai
  8. Mencetak :
    • Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi
    • Surat Keterangan Terdaftar Sementara

    sebagaimana yang tertera pada layar komputer diatas, dan klik CETAK

  9. Menandatangani Formulir Regristrasi Wajib Pajak dan melengkapinya dengan dokumen :
    • Fotokopi KTP
    • Surat keterangan tempat kegiatan usaha
  10. Mengirimkan Formulir Regristrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Dapat disampaikan langsung ataupun dengan melalui Pos Tercatat
    Dimana KPP mana saya terdaftar?
    Lokasi KPP
    Catatan:
    Wajib Pajak dapat melihat status permohonan pendaftaran melalui e-mail atau aplikasi e-Registration.
  11. Menerima permintaan kelengkapan persyaratan, dalam hal terdapat persyaratan yang belum lengkap.
  12. Mengirim kelengkapan persyaratan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
    Alamat KPP dapat anda lihat disini
  13. Menerima kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.4.-00) dan Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2.-00), dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) bagi Wajib Pajak yang melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
    Catatan.
    dalam hal alamat Wajib Pajak terbukti tidak benar, maka permohonan pendaftaran Wajib Pajak dan atau pelaporan usaha Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak menerima Surat Penolakan Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaporan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.8.-00).

Keuntungan dari sistem E-reg ini antara lain :

  1. Mempermudah bagi masyarakat yang ingin membuat NPWP secara cepat dan dapat diakses dimana saja
  2. Mempermudah pembuatan NPWP yang lokasi WP jauh dengan KPP Domisli, bagi yang tempat tinggal domisili sekarang berbeda dengan tempat tinggal yang ada di Kartu Identitas.

Demikian tips singkat dari kami, semoga membantu bagi masyarakat yang ingin membuat NPWP tapi jauh dari Kantor Pajak atau malas dalam mengantri di KPP. Semoga membantu.

sumber : PajakOnline.com

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Insentif Pajak Bagi Karyawan Bergaji Di Bawah Rp 5 Juta

Ditulis oleh Indra Riana
Friday, 06 March 2009
Dalam rangka mengurangi dampak krisis global yang berakibat pada penurunan kegiatan perekonomian nasional dan untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat pekerja, pemerintah memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009 tanggal 3 Maret 2009. Sedangkan peraturan pelaksananya diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-22/PJ/2009 Tentang Pelaksanaan Pemberian Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Pekerja Pada Pemberi Kerja Yang Berusaha Pada Kategori Usaha Tertentu.

Yang dimaksud dengan Kategori Usaha Tertentu yang PPh Pasal 21 DTP adalah:

1.   Usaha pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan; (75 sub sektor usaha)

2.   Usaha perikanan ( 19 sub sektor usaha); dan

3.   Usaha industri pengolahan (370 sub sektor usaha).

Jadi ingat, tidak semua sektor usaha di berikan fasilitas ini, kebanyakan fasilitas diberikan kepada sektor usaha yang padat karya. Jadi apabila anda karyawan perusahaan konsultan atau karyawan perusahaan Event Organiser (EO), jangan berharap anda mendapatkan fasilitas ini. Lihat lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009 untuk melihat daftar Kategori Usaha Tertentu ini

PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pekerja yang bekerja pada pemberi kerja yang berusaha pada kategori tertentu dengan jumlah penghasilan bruto di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan tidak lebih dari Rp 5 juta dalam satu bulan.

PPh Pasal 21 DTP tersebut harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja kepada pekerja pada saat pembayaran penghasilan sebesar PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerja. Dalam hal selama ini pemberi kerja menanggung PPh Pasal 21 pekerjanya, maka PPh Pasal 21 yang ditanggung tersebut harus tetap diberikan kepada pekerja yang mendapat fasilitas PPh Pasal 21 DTP. Pemberi kerja wajib melaporkan realisasi pemberian PPh Pasal 21 DTP pekerjanya beserta daftar pekerja yang diberi fasilitas PPh Pasal 21 DTP kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemberi kerja terdaftar sebagai lampiran SPT Masa PPh Pasal 21.

Pemberi kerja wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 DTP kepada pekerja sesuai dengan ketentuan perundang‑undangan. Selanjutnya pekerja dapat mengkreditkan PPh Pasal 21 DTP tersebut dengan PPh yang terutang atas seluruh penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2009.

PPh Pasal 21 DTP berlaku untuk Masa Pajak Pebruari 2009 sampai dengan Masa Pajak Nopember 2009 yang dilaporkan paling lambat tanggal 20 Desember 2009.

Selamat naik gaji atas tambahan PPh DTP yang dibayarkan secara tunai ini. (IRDS)

sumber : http://www.pajak.com

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Punya gaji setahun dibawah 60 juta, lapor SPT Tahunan pakai Form 1770 SS saja

Bagi karyawan yang mempunyai penghasilan bruto sampai dengan 60 juta lebih baik menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 SS yang hanya 1 lembar. Simple dan gampang, tinggal isi dan laporkan.

Melalui PER-7/PJ./2009 Dirjen Pajak merevisi PER-24/PJ/2008 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Dan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Beserta Petunjuk Pengisiannya dengan merubah syarat untuk menggunakan Form SPT 1770 SS yaitu menjadi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi :

  • yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja
  • dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan
  • tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi

Ketentuan sebelumnya dalam PER-24/PJ./2008 mensyaratkan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari 48 juta.

Peraturan ini memberikan kemudahan dalam mengisi SPT bagi para karyawan yang kurang memahami perpajakan karena form 1770SS ini sangat simple dan mudah dalam pengisiannya, hanya 1 lembar.

sumber : http://www.pajak.go.id

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM 2009

DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada hari Rabu 16 September 2009.

Berikut ini disampaikan Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM berdasarkan Pendapat Akhir Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tanggal 16 September 2009 (sumber http://www.depkeu.go.id).

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM 2009

  1. Objek dan Non Objek Pajak
    • Dalam rangka menetralkan pembebanan PPN dan menambah daya saing kegiatan jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia di luar Daerah Pabean dan  pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Indonesia di Luar Daerah Pabean, maka atas ekspor JKP dan BKP Tidak Berwujud dalam RUU PPN dikenakan tarif 0% (nol persen).
    • Barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap sebagai BKP yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan mekanisme pedoman pengkreditan Pajak Masukan (Deemed Pajak Masukan).
  2. Bukan Objek
    • Untuk memberikan kepastian hukum, pengaturan jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, yang semula diatur dengan Peraturan Pemerintah dinaikkan ke batang tubuh UU PPN dan PPnBM.
    • Untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri energi dalam negeri, barang hasil pertambangan umum yang diambil langsung dari sumbernya termasuk batubara tetap sebagai barang yang tidak dikenakan PPN.
    • Dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau, maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buah-buahan segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.
    • Untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu objek yang sama, maka objek-objek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan dari pengenaan PPN, yaitu barang hasil pertambangan galian C, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran. rumah makan, warung dan sejenisnya, jasa perhotelan, jasa boga atau katering.
    • Untuk memberikan perlakuan yang sama, Jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun termasuk perbankan syariah ditetapkan sebagai bukan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dikenakan PPN.
  3. Pengembalian (Retur) Jasa Kena Pajak (JKP)
    • Agar paralel dengan perlakuan pengembalian (retur) Barang Kena Pajak, dalam RUU PPN diatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan/dikembalikan sebagian atau seluruhnya.
  4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
    • Dengan tujuan untuk memberikan ruang kepada Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi regulasinya, maka batas atas tarif PPnBM dinaikkan dari 75% (tujuh puluh lima persen) menjadi 200% (dua ratus persen). Tarif tertinggi sebesar 200% (dua ratus persen) akan diterapkan apabila benar-benar diperlukan.
  5. Pengkreditan Pajak Masukan.
    • Dalam RUU PPN diatur bahwa Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas pembelian barang modal. Namun demikian, apabila dalam kurun waktu tertentu pengusaha terse but ternyata gagal berproduksi maka atas PPN yang telah dikreditkan dan telah dimintakan pengembaliannya wajib dibayar kembali. Pengaturan batasan jangka waktu untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang gagal berproduksi disepakati 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan Pajak Masukan, dan berlaku untuk semua sektor usaha.
  6. Restitusi PPN
    • Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan pajak maka atas kelebihan pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat direstitusi pada akhir tahun buku, kecuali Wajib Pajak tertentu yang secara mekanisme PPN akan mengalami lebih bayar seperti eksportir dan penyalur/pemasok pemerintah, diperkenankan untuk restitusi di setiap Masa Pajak. Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas, memberikan pelayanan yang lebih baik dan mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya (self assessment), Wajib Pajak tertentu yang memiliki resiko rendah, dapat diberikan restitusi dengan pengembalian pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan dapat dilakukan kemudian bila diperlukan. Sanksi yang dikenakan lebih rendah dari Undang-Undang KUP yaitu 2% (dua persen) perbulan, kecuali terdapat indikasi tindak pidana perpajakan maka sanksi yang berlaku sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU KUP.
  7. Deemed Pajak Masukan.
    • RUU ini mengatur mengenai Deemed Pajak Masukan yaitu mekanisme penetapan besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi Wajib Pajak tertentu, baik berdasarkan omzet maupun kegiatan usaha (sektoral), yang bertujuan untuk memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban PPN-nya.
  8. Pemusatan tempat PPN terutang.
    • Dalam rangka mengurangi beban administrasi Wajib Pajak, RUU memberikan kemudahan prosedur penetapan pemusatan tempat terutang yaitu cukup dengan melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada Oirektur Jenderal pajak.
  9. Saat pembuatan Faktur Pajak.
    • Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak maka saat pembuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Oengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak.
    • Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN yang semula paling lambat tanggal 15 (lima belas) dan tanggal 20 (dua puluh) setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP, diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Mengingat ketentuan ini tidak diatur dalam Undang-Undang KUP, maka ketentuan tersebut diatur dalam RUU PPN.
  10. Fasilitas Perpajakan.
    • Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemberian fasilitas perpajakan maka diberikan penambahan fasilitas, antara lain untuk:
      • perwakilan negara asing/badan-badan internasional
      • impor dan penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai pinjaman/hibah/bantuan luar negeri
      • listrik dan air
      • kegiatan penanggulangan bencana alam nasional
      • menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.
      • bahan baku kerajinan perak
  11. Restitusi Turis Asing
    • Dalam RUU PPN diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPn BM atas barang bawaan yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri (Turis Asing), dengan syarat nilai PPN minimal sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu).
  12. Tanggung Renteng.
    • Pengaturan mengenai tanggung renteng PPN yang pada waktu pembahasan RUU KUP diputuskan dihapus karena merupakan pengaturan material, dimasukkan ke dalam RUU PPN, mengingat ketentuan ini masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli maupun penjual.
  13. Masa Berlaku RUU PPN dan PPnBM.
    • Mengingat diperlukannya waktu untuk mempersiapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini, penyempurnaan sistem dan prosedur, serta pelaksanaan sosialisasi baik internal maupun eksternal maka RUU PPN dan PPnBM ini diberlakukan mulai 1 April 2010.
sumber : pajakonline.com
Posted in Uncategorized | Leave a comment

ALUR PEMBAYARAN PAJAK DAN MANFAATNYA

Posted in Uncategorized | Leave a comment

DESKRIPSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA YOGYAKARTA

A. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta

Kantor pajak di Indonesia ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda yang saat itu bernama inspektien yan financien yang bertahan sampai dengan penjajahan Jepang. Setelah dikuasai oleh pemerintahan Jepang, Kantor Pajak diubah namanya menjadi Kantor Penetapan Pajak sampai dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. mulai saat itu kantor Penetapan diganti namanya dengan Kantor Inspeksi Keuangan, kemudian diubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak tahun 1960.

Kantor Pajak di Yogyakarta ada seiring dengan didirikannya Kantor Inspeksi Keuangan Yogyakarta yang kemudian beubah menjadi kantor Inspeksi Pajak Yogyakarta, hal ini berlangsung sampai dengan tahun 1986. Namun karena perkembangan dari tahun ke tahun dan dengan semakin banyaknya wajib pajak di Indonesia maka diadakan perubahan nama, termasuk Kantor Inspeksi Pajak Yogyakarta diganti dengan Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta sesuai dengan organisasi dan tata kerja Direktorat Jendral Pajak, sejak tanggal 1 April 1986.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 55/PMK.01/2007, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Yogyakarta Satu dipecah menjadi 2 (dua) yaitu KPP Pratama Yogyakarta dan KPP Pratama Bantul. Reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak tersebut  ditandai juga dengan peleburan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Sehingga KPP Pratama Yogyakarta selain merupakan pecahan dari KPP Yogyakarta Satu (KPP Induk) juga merupakan penggabungan dari KP PBB Yogyakarta dan fungsi pemeriksaan dari KARIKPA Yogyakarta.

Sistem Administrasi Modern di Kantor Wilayah DJP D. I. Yogyakarta dimulai pada  Saat Mulai Operasi (SMO) tanggal 30 Oktober 2007, demikian juga dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Yogyakarta. Sedangkan launching kantor dilaksanakan oleh Menteri Keuangan RI pada tanggal 5 November 2007.

Gedung kantor yang sekarang dipergunakan oleh KPP Pratama Yogyakarta adalah bekas gedung Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta Satu yang terletak di jalan Panembahan Senopati nomor 20 Yogyakarta yang diresmikan oleh Direktur Jenderal Pajak (pada waktu itu) Bapak DR. Fuad Bawazier pada hari Kamis tanggal 3 Agustus 1995.

Wilayah kerja KPP Pratama Yogyakarta meliputi seluruh wilayah yaitu terdiri atas 14 (empat belas) Kecamatan dengan 45 (empat puluh lima) kelurahan. Luas wilayah KPP Pratama Yogyakarta adalah 32,50 km², dengan jumlah penduduk sebanyak 397.398 jiwa atau sebanyak 86.629 KK bertempat tinggal di Kotamadya Yogyakarta sampai dengan tahun 2007,  tingkat kepadatan penduduk sekitar 13.634 jiwa per km2 , yang menyebar di 45 kelurahan dengan 614 RW dan 2.523 RT. Jumlah tenaga kerja 46.768 jiwa disektor swasta dan 9.308 sebagai PNS (Kota Yogyakarta Dalam Angka, 2008, BPS Kota Yogyakarta).

Gambaran ekonomi Kotamadya Yogyakarta sebagai berikut,  dalam tahun anggaran 2006 adalah Rp 8.963.932 juta. Penyumbang PDRB terbesar adalah dari lapangan usaha. Sedangkan sektor usaha yang potensial di KPP Pratama Yogyakarta terutama sektor perantara keuangan, Industri Pengolahan, Perdagangan, real estate, Transportasi pergudangan komunikasii, dan Kontruksi.

  1. Profil KPP Pratama Yogyakarta

Kantor Pelayanan Pajak merupakan sebuah instansi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jendral Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Yogyakarta satu beralamat di Jl. P. Senopati No. 20, Yogyakarta.

Tugas pokok dari Kantor Pelayanan Pajak adalah melakukan kegiatan operasional di bidang pajak Negara di wilayahnya masing-masing berdasarkan undang-undang perpajakan dan peraturan yang berlaku. Adapun pajak-pajak yang dimaksud adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL).

Adapun beberapa fungsi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Yogyakarta yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak sebagai berikut :

  1. Pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, penggalian potensi pajak, serta ekstensifikasi Wajib Pajak.
  2. Penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan serta berkas Wajib Pajak.
  3. Penatausahaan dan Pengecekan SPT Masa, pemantauan dan penyusunan laporan Masa PPN, PPh, PPnBM, dan PTLL.
  4. Penatausahaan, penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan dan restitusi PPN, PPh, PPnBM,PBB & BPHTB dan PTLL.
  5. Verifikasi dan penerapan sanksi pajak
  6. Pengutusan pemberian Surat Ketetapan Pajak (SKP).
  7. Pengutusan tata usaha dari rumah tangga Kantor Pelayanan Pajak

Kantor Pelayanan Pajak Pratam Yogyakarta adalah sebuah lembaga milik pemerintah yang bertugas mengawasi dan melayani masyarakat dalam hal perpajakan yang berada di kota Yogyakarta.

  1. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Yogyakarta

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Yogyakarta membentuk suatu struktur organisasi agar lebih mempermudah pelayanan kepada Wajib Pajak, sehingga dalam pelaksanaan tugas pokoknya dapat terorganisir dengan baik. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 535/KM.01/2001 tentang Susunan dan Tugas Koordinator Pelaksana di Lingkungan Ditjen Pajak, dan Surat Keputusan Meneri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata kerja Kantor Wilayah Dirjen Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.

Tata kerja semua unit struktur organisasi dalam melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, sedangkan mekanisme hubungan antar unit diatur berdasarkan azas organisasi garis dan staf.

Posted in Uncategorized | Leave a comment